Wisata & Bersahabat dengan Alam Ujung Kulon

PERJALANAN yang sangat melelahkan menuju lokasi wisata satu ini. Namun, semua yang kami dapatkan terbayar dengan sempurna.

Menurut perhitungan okezone, waktu tempuh dari Kota Serang menuju tempat wisata terujung dari Barat Daya pulau Jawa ini sekira 10 jam. Berarti kalau dari Jakarta sekira 12 jam perjalanan. Tempat wisata ini sudah diakui UNESCO pada 1992 sebagai "World Heritage" (warisan dunia). Ya, tempat ini bernama Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang terletak di Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang Banten.

Sebelum memulai perjalanan, minimal sepekan sebelumnya para wisatawan harus menghubungi Pusat Kunjungan Balai Taman Nasional Ujung Kulon yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 51 Labuan Pandeglang untuk pendataan pengunjung.

Kami memulai perjalanan pukul 21.00 WIB dari Kota Serang. Tidak banyak yang dapat kami lakukan selain duduk manis dan "terpontang-panting" ketika jalanan sudah mulai rusak parah. Menurut pantauan, jalan rusak parah ini sekira lebih dari 30 km dan inilah yang menyebabkan waktu tempuh lebih panjang dari jarak tempuhnya.

Sampai di Desa Taman Jaya, tempat transit kendaraan, sekira pukul 04.00 WIB. Kami rehat sejenak, mensyukuri nikmat udara yang terasa sangat bersih dan air yang sejuk dengan sujud kami dalam ibadah sholat subuh. Di TNUK ini, ada dua tempat yang terdapat tempat untuk menginap, yaitu Pulau Peucang dan Pulang Handeleum. Dan, keduanya harus ditempuh melalui jalur laut menggunakan perahu.

Kami berangkat menuju Pulau Peucang pukul 07.00 WIB setelah menikmati hidangan yang disediakan pengelola penginapan Desa Taman Jaya. Di Desa ini, biasanya ada yang harus menginap untuk menjaga kendaraan atau kita titipkan ke pengelola penginapannya.

Perjalanan laut kami tempuh sekira tiga jam dan kami langsung disambut para monyet dan babi yang memang juga menjadi penghuni Pulau Peucang sebelum petugas TNUK mengampiri kami dan mengusir mereka. Hiii...serem juga lihat babi hutan yang besar dan bertanduk seperti itu.

Di tempat penginapan, kami hanya menaruh perbekalan untuk menginap karena kami tidak ingin melewatkan suasana alam yang bersahabat hanya dengan tidur. Kami langsung kembali menuju perahu untuk ke menghampiri fishing spot di tengah laut dan langsung memancing.

Selagi memancing, kami dikejutkan oleh pemandangan fenomenal sekawanan lumba-lumba yang sedang berenang. Namun karena jaraknya yang jauh, kami hanya dapat menikmatinya melalui teropong. Kalimat tasbih segera mengucur deras dari bibir-bibir kami untuk mengagumi ciptaan-Nya.

Ikan kecil dan besar kami dapatkan dengan sensasi tarikan yang dahsyat khas ikan-ikan air laut. Setelah memancing, kami bakar ikan dan santap siang di perahu. Perahu wisata ini memang komplit dengan perlengkapan, mulai dari jaket pelampung yang harus selalu dipakai sampai alat memanggang. Sambil santap siang kami menuju lokasi wisata lain yang betul-betul membuat kami semua berdecak kagum. Kami menuju snorkeling spot, titik menyelam permukaan yang membuat kami selalu terkesan dengan keindahannya.

Wisata bawah laut di Banten ternyata tidak kalah dengan yang ada di Bunaken, itulah kata-kata yang selalu terngiang di pikiran kami, indah luar biasa. Terumbu karang yang menawarkan berjuta warna kehidupan bawah laut, ikan hias yang betul-betul memberikan warna tegas keindahan dan tampak sangat bersahabat bermain bersama kami. Satu kata untuk tempat ini, menakjubkan. Kembali bibir-bibir kami dibasahi oleh kalimat tasbih.

Sekira pukul 16.00 WIB, kami kembali ke tempat penginapan, bukan hanya monyet dan babi yang menyambut kami. Kali ini, ada pula kijang dan burung merak. Wow, luar biasa, sekali lagi kami berdecak kagum dengan alam yang sungguh bersahabat.

Memang, kijang adalah penghuni asli Pulau Peucang karena "peucang" sendiri berarti kijang dalam bahasa sunda. Sampai menjelang Isya, kami tak henti memandangi monyet, babi, kijang, dan burung merak yang sama sekali tidak terganggu oleh kehadiran kami. (ftr)
Okezone